Jumaat, Oktober 04, 2024

Biodata Ringkas Hasyuda Abadi (Terkini)

 

Nama: Hasyuda Abadi
Tarikh Lahir: 1 September 1960
Tempat Lahir: Kampung Lumadan, Beaufort, Sabah
Bidang Penulisan: Puisi, cerpen, esei, kritikan sastera, dan drama
Gelaran: 'Penyair Seribu Puisi'

Pendidikan: Terlibat dalam Program Penulis Anak Angkat Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sabah pada tahun 1987 di bawah bimbingan Sasterawan Negara Dato’ Dr. Haji Ahmad Kamal Abdullah (Kemala), serta Program Penulisan Mastera di Jakarta pada tahun 1997 bersama tokoh sastera seperti Dr. Sapardi Joko Damono, Dr. Abdul Hadi W.M, dan Taufiq Ismail.

Pencapaian & Anugerah:

  1. Anugerah Sastera Sabah ke-3 (2022) – Sasterawan Negeri Sabah
  2. Anugerah Mahrajan Persuratan Islam Nusantara (2024)
  3. Anugerah Tokoh Seni Sastera Islam ASIS (2022)
  4. Anugerah Tokoh Penyair Islam Sabah ke-9 (2008)
  5. Hadiah Sastera Perdana Malaysia – 3 puisinya memenangi anugerah ini.
  6. Hadiah Sastera Sabah – 20 karya (Puisi dan Cerpen) beliau diiktiraf.
  7. Hadiah Penyajak Terbaik Berita Sabah (1997)
  8. Hadiah Tinta Sastera kategori puisi (1999 dan 2004)
  9. Hadiah Karya Sulung (2002)

Karya-karya Terkenal:

  • Kumpulan Puisi:
    1. Balada Paduka Mat Salleh (1989)
    2. Akar Cahaya (1997)
    3. Datang Kembali (1997)
    4. Menginai Badai (2004)
    5. Sirna Sirna (2006)
    6. Kembali di Lahad Rahsia (2008)
    7. Suara yang Terbuka (2014)
    8. Kelahiran Sekuntum Cermin (2018)
    9. Musim Perubahan di Negeri Kami (2021)
    10. Melawan Kebiasaan (2023)
    11. Hutan Ayah (2023)
    12. Ilustrasi Memilih Sengsara (2024)
  • Kumpulan Cerpen:
    • Sepasang Sayap Jelita (2004)
  • Buku Pantun:
    • Usul Mengenal Asal (2014)

Aktiviti & Sumbangan Lain:

  • Pengasas: Rumah Puisi Hasyuda Abadi (RupHA) di Kampung Gudon Manggatal, Kota Kinabalu.
  • Pemilik: Pustaka Iqbal Nazim, yang menyimpan lebih 7,000 judul buku.
  • Bekas Ketua Satu: Ikatan Penulis Sabah (1999-2019).
  • Ketua Majlis Penasihat: Ikatan Penulis Sabah.
  • Ahli aktif: Kelab Penggiat Komuniti Buku Negeri Sabah (KEBUKU).

Sumbangan Antarabangsa:

  • Karya-karya Hasyuda diterbitkan dalam 75 antologi puisi, 4 antologi cerpen, 1 antologi skrip drama pentas, dan 3 antologi esei sastera di Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia.

Kerjaya Terkini:
Setelah bersara dari perkhidmatan kerajaan pada tahun 2015, beliau kini menumpukan sepenuh masa dalam penulisan serta mengembangkan sastera di Sabah.

Merenungi Belantara Kehidupan di Hutan Ayah

oleh Dr. Panji Pratama, SIKK

HASYUDA ABADI merupakan salah seorang penyair terkemuka di Sabah, Malaysia yang mana karya-karyanya telah membuat warna dan rasa tersendiri dalam dunia persajakan di Malaysia. Penyair yang dilahirkan di Lumadan, Beufort, Sabah, Malaysia ini mampu melahirkan perpaduan puisi yang sangat pas untuk dinikmati setiap pembacanya. Unsur perbandingan, istilah-istilah teknis, ungkapan religi, dan simbolik di dalam puisinya berhasil membangkitkan inovasi diksi dalam kelindan kata-kata, kebenaran realitas sosial yang dikemas secara apik dalam buku-buku kumpulan puisinya.

Pengarang buku-buku kumpulan puisi berjudul ‘Balada Paduka Mat Salleh’ (DBP, 1989), ‘Akar Cahaya’ (IPS, 1997), ‘Datang Kembali’ (IPS, 1997), 'Menginai Badai' (DBP, 2004), 'Sirna Sirna' (DBP, 2006) 'Kembali di Lahad Rahsia' (Iris, 2008), 'Suara yang Terbuka' (ITBM, 2014), dan ‘Kelahiran Sekuntum Cermin’ (Iris, 2018) ini, ternyata pernah bekerja sebagai seorang yang bergelut di bidang kaset rekaman radio. Hal itulah yang membuatnya juga berhasil menerbitkan 15 buah skrip drama pentas/radio. Total karya hingga saat ini, Hasyuda Abadi atau Haji Sukor bin Haji Usin, telah menghasilkan lebih 1,000 buah puisi yang dimuat di berbagai media, 45 buah cerpen, dan 300-an buah esei sastra.

Di usianya yang ke-63 tahun, ia berhasil menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul “Hutan Ayah” yang mendapat atensi bagi pemerhati sastra di Malaysia dan Indonesia. Hal ini tentu saja terbukti dalam puisinya yang menjadi judul buku kumpulan puisi tersebut. Dalam puisi “Hutan Ayah” terkhusus, Hasyuda Abadi berhasil untuk mengupayakan jembatan antara kritikus sastra profesional dan remaja awam yang baru belajar ‘membaca’, untuk merenungi kembali tentang tema kemanusiaan di era AI ini.

kuikuti susur galur hutan
hutan kemanusiaan
menjabar cabaran
karena geloranya lebih mengajar
menjadi insan.

ayah mencintai dirinya
sebagaimana Tuhan lebih berhak
memilikinya.

(Hutan Ayah, 2023: 14)

Dalam kutipan puisi di atas terdapat unsur kritik sosial di mana penggambaran kondisi sosial di zaman modern yang sudah jauh dari ajaran keilahian. Manusia saat ini sudah lupa alasan keeksistensian dunia untuk berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan dilandasi dengan kesadaran dan keikhlasan. Berbakti kepada Allah tersebut dapat berupa berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun sesama manusia. Hal itu dikarenakan manusia-manusia sekarang sudah kehilangan sosok ‘ayah’ yang bijak dan berlaku sebagai penunjuk jalan yang benar.

belajarlah kata ayah
berlayar ke hutan gelombang
ayah ke hutan cintanya
bersama pisau pencarian
dewasa di hutan pohonan
memikul harapan buat generasi
dibinanya.

(Hutan Ayah, 2023: 14)

Pada bait di atas dibumbui dengan unsur pengimajian dan alegori, yang sejatinya seringkali disampaikan seorang ayah atau guru di majelis-majelis ilmu dua dekade lalu. Orang tua dulu seringkali berpesan kepada anak-anaknya tentang pentingnya menjalani kehidupan yang pelik dengan sabar dan penuh tanggung jawab. Seumpama sedang berlayar ke hutan gelombang sehingga menjadi dewasa di hutan pohonan.

Di lain sisi, petuah-petuah bijak yang idealnya selalu disampaikan seorang ayah kepada anaknya diseimbangkan oleh sentuhan kasih sayang seorang ibu. Ibaratnya, jauh sebelum ilmu parenting dikoar-koarkan sosial media, keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah sekolah terbaik untuk menciptakan seorang manusia sejati.

Hal ini tampak pada puisi selanjutnya yang sengaja dipilih penyair diletakan berdampingan dengan puisi “Hutan Ayah”, yaitu puisi “Bonda”. Pada puisi “Bonda” ditunjukkan bahwa segala kemelekatan terhadap materi keduniawian akan menciptakan manusia-manusia yang hampa, karena hatinya telah dibutakan oleh sesuatu yang maya. Untuk itu, sosok Ibu seringkali “menyentuh hati” anak-anaknya dengan cinta agar sadar bahwa semua yang ada di dunia adalah sementara.

tak mampu memberi air mata
karena tak menjawab tanya
sejak menyambutku
di rahang cinta
sejak menyerahkanku
ke rahan duniawi.

(Hutan Ayah, 2023: 15)

Maka dari itu, pada bait selanjutnya, Hasyuda Abadi menguatkan puisi “Bonda” dengan asosiasi-asosiasi definitif. Ia berupaya mengingatkan kembali pembaca terhadap ungkapan ibu sebagai madrasatul ula (madrasah pertama) karena darinyalah pendidikan anak pertama dan utama dimulai. Dari ibulah seorang anak belajar mengenai segala hal baru dalam hidupnya. Belajar berbicara, menimba ilmu dan adab yang mulia, serta menempa kepribadiannya demi mengarungi kehidupan yang luas bagai samudera.

dari jauh dulu
mengasuh adalah guru
mendidik adalah idola
mengajar adalah pandu.

(Hutan Ayah, 2023: 15)

Seperti halnya kehidupan di dunia, yang dibagi menjadi tiga fase, yaitu kelahiran, proses perjalanan hidup, dan kematian, begitu pula rancangan buku kumpulan puisi “Hutan Ayah”. Buku ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu Hutan Ayah, Daun Ranting Penghabisan, dan Sosok Berbaju Fikir dan Paradigma Belantara. Dengan demikian, semakin dewasa seseorang, maka pemikiran juga akan mengalami evolusi, sehingga berkembang dan progresif.

Jadi sebelum manusia menelurkan pemikiran-pemikiran yang kritis dan progresif, hendaklah dibekali dulu dengan fondasi-fondasi kebijaksanaan yang cukup dan memanusiakan manusia.

bab demi bab dilalui
ada rahsia tersendiri tidak difahami.
bersua dan berpisah, pergi dan tiba,
kelahiran dan kepulangan,
dan diam.

telah tertulis peta kehidupan
menyediakan perjalanan
semakin ketara liku-likunya.
masa lampau tenggelam
hanya bayang
di permukaan seperti kolam.

di penghujung malam menantikan matahari
membuka pintu dan bab berikutnya.

(Hutan Ayah, 2023: 28)

Pada cuplikan puisi berjudul “Buku Kehidupan” tersebut, penulis mengungkap perjalanan hidup manusia yang berlapis-lapis. Lika-likunya ditegaskan dalam metafora “peta kehidupan”. Meski demikian, seumpama kata “peta” itu sendiri, tentunya tujuannya adalah memudahkan manusia untuk memilih opsi terbaik bagi perjalanan hidup yang tepat. Puisi ini sendiri diletakkan di tengah-tengah buku pada halaman 28 yang juga terdapat pada bagian Daun Ranting Penghabisan, yakni bagian kedua dari fase buku ini.

insan yang ada lemahnya
sampai masa seperti semua
dijemput dan ditanam
bumi menyimpan jasad
ruhnya pulang.

ia lemah dalam ketaksuban
berasa benar tak sedar kesasar
ketika dituangurukan
ia lemah dibalut kepalsuan
kesementaraan.

(Hutan Ayah, 2023: 57)

Dalam petikan puisi di fase ketiga berjudul "Tuan Guru" ini, Hasyuda Abadi sekali lagi mengisyaratkan bahwa manusia harus berhati-hati untuk tidak terjerumus pada hal yang sementara di dunia. Hal inilah kiranya yang termasuk ke dalam puisi-puisi di fase “Sosok Berbaju Fikir dan Paradigma Belantara” yang menjadi bagian pamungkas dari buku kumpulan puisi “Hutan Ayah” karya Hasyuda Abadi ini.

Pada akhirnya, semua yang ada didunia ini hanyalah persepsi manusia. Manusia berhasil mencapai kesejatiannya ketika dia mampu berempati dan mengendalikan diri. Namun, manusia akan terjebak dalam jasad ketika manusia hidup dalam kepalsuan dan kesombongan dunia. Seperti ungkapan “Sawang Sinawang”, manusia saat ini hanya bisa membanding-bandingkan diri mereka dengan orang lain, padahal yang terlihat di layar ponsel belum tentu seindah dan senyata yang sebenarnya di dunia nyata.(***)



Ahad, September 22, 2024

Konsep ‘Proper dan Profesional’ dalam Pengurusan Sastera untuk Menjadikan Kota Kinabalu sebagai Kota Literasi Dunia

oleh Hasyuda Abadi, Sns

KOTA KINABALU, ibu negeri Sabah, memiliki potensi besar untuk diiktiraf sebagai kota literasi  dunia. Kota ini bukan sahaja dikenali dengan keindahan alam semula jadinya, tetapi juga kaya dengan warisan budaya dan kesusasteraan yang unik. Untuk merealisasikan visi ini, pendekatan yang proper(teratur dan berlandaskan etika) dan profesional dalam pengurusan sastera adalah kunci utama. Artikel ini membincangkan bagaimana konsep tersebut dapat diaplikasikan untuk mengangkat Kota Kinabalu sebagai sebuah kota sastera dan budaya dunia yang diiktiraf.

1. Pengenalan kepada Konsep ‘Proper dan Profesional’

Konsep ‘proper’ dalam konteks pengurusan sastera merujuk kepada pengurusan yang teratur, telus, dan berlandaskan etika. Ini melibatkan perancangan yang rapi, pelaksanaan program yang tepat, dan penilaian yang berterusan untuk memastikan semua aktiviti sastera memenuhi standard yang ditetapkan. Sementara itu, konsep ‘profesional’ merujuk kepada pelaksanaan pengurusan yang melibatkan kemahiran, pengetahuan, dan kecekapan tinggi. Profesionalisme dalam pengurusan sastera memastikan semua pihak yang terlibat, termasuk penulis, pengurus acara, penerbit, dan peminat sastera, bekerja dalam suasana yang saling menghormati dan beretika.

2. Keperluan Pengurusan Proper dan Profesional dalam Sastera

Untuk menjadikan Kota Kinabalu sebagai kota sastera dunia, beberapa aspek pengurusan proper dan profesional perlu diberi perhatian:

a. Perancangan Strategik dan Penglibatan Komuniti

Perancangan strategik yang terperinci adalah asas kepada pengurusan sastera yang proper dan profesional. Ia memerlukan kajian mendalam tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (analisis SWOT) dalam konteks sastera di Kota Kinabalu. Dengan memahami landskap sastera tempatan, pihak berkuasa dapat merancang program dan aktiviti yang relevan dan berkesan.

Selain itu, penglibatan komuniti adalah penting untuk membina asas sastera yang kukuh. Program literasi sastera seperti bengkel penulisan, pameran buku, dan diskusi sastera harus melibatkan komuniti setempat, termasuk generasi muda, untuk memastikan kesinambungan minat terhadap sastera. Pendekatan ini akan membantu menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap sastera dalam kalangan penduduk tempatan.

b. Profesionalisme dalam Pengurusan Acara Sastera

Untuk menarik minat global dan mengiktiraf Kota Kinabalu sebagai kota sastera dunia, pengurusan acara sastera perlu dilaksanakan dengan profesionalisme yang tinggi. Ini termasuk penyediaan kemudahan yang baik, promosi yang berkesan, serta urusan logistik yang teratur. Acara seperti festival sastera, perbincangan panel, dan pelancaran buku harus dianjurkan dengan mengutamakan kualiti dan keselesaan peserta, termasuk jemputan dari dalam dan luar negara.

Pengurusan yang profesional juga melibatkan kolaborasi dengan penulis, penerbit, akademia, dan penggiat sastera dari pelbagai latar belakang untuk menghasilkan acara yang kaya dengan ilmu dan pengalaman. Dengan cara ini, Kota Kinabalu dapat menarik minat peserta antarabangsa dan membina reputasi sebagai pusat sastera yang berkualiti.

c. Penyelenggaraan dan Pemeliharaan Warisan Sastera

Kota Kinabalu mempunyai warisan sastera yang kaya yang perlu dipelihara dan dikekalkan. Pengurusan proper dan profesional dalam aspek ini melibatkan usaha untuk mengumpul, mendokumentasikan, dan memelihara karya-karya sastera klasik dan kontemporari yang berasal dari Sabah. Inisiatif seperti pembangunan perpustakaan sastera, arkib digital, dan muzium sastera dapat memastikan karya-karya ini dapat diakses oleh generasi akan datang.

Usaha ini juga memerlukan kerjasama dengan universiti dan institusi penyelidikan untuk menjalankan kajian tentang sastera tempatan, yang seterusnya dapat membantu mempromosikan Kota Kinabalu sebagai pusat penyelidikan sastera.

3. Manfaat Menjadi Kota Literasi Dunia

Menjadi kota literasi dunia membawa pelbagai manfaat kepada Kota Kinabalu. 

Pertama, ia dapat meningkatkan profil antarabangsa kota ini sebagai destinasi budaya dan intelektual, menarik pelancong dan peminat sastera dari seluruh dunia. 

Kedua, ia dapat merangsang ekonomi tempatan melalui peningkatan dalam sektor pelancongan budaya, penerbitan, dan acara sastera. 

Ketiga, pengiktirafan ini juga dapat memperkaya kehidupan budaya penduduk tempatan, meningkatkan kesedaran terhadap nilai dan kepentingan sastera, serta menggalakkan kreativiti dan inovasi dalam kalangan generasi muda.

4. Cabaran dan Penyelesaian

Walaupun visi ini menjanjikan pelbagai manfaat, terdapat beberapa cabaran yang perlu diatasi untuk mencapai status kota sastera dunia. Ini termasuk kekurangan sumber kewangan, kurangnya kesedaran awam tentang nilai sastera, dan cabaran dalam mengekalkan minat komuniti terhadap program sastera jangka panjang. Penglibatan serius di peringkat Kerajaan juga sangat penting terutama agensi-agensi yang mempunyai kuasa melakukan sebarang keputusan. Dunia sastera seharusnya turut dipandang seriusa bukan semata-mata bahagia kecil apabila membandingkannya dengan program-program berstarus Negeri atau Kebangsaan. Sastera hendaklah ikut berperanan dalam apa juga situasi. Dengan ini barulah kita dapat membawa ranah sastera diyakini untuk menempatkan Kota Kinabalu sebagai kota literasi/sastera penting di dunia.

Untuk mengatasi cabaran ini, kerjasama antara kerajaan, sektor swasta, dan komuniti perlu dipertingkatkan. Pendekatan “public-private partnership” (PPP) dapat digunakan untuk membiayai program dan inisiatif sastera. Selain itu, kempen kesedaran sastera yang berkesan perlu dijalankan untuk menggalakkan lebih ramai orang mengambil bahagian dalam aktiviti sastera.

5. Kesimpulan awal

Mengangkat Kota Kinabalu sebagai kota sastera dunia memerlukan usaha yang berterusan dan pengurusan yang proper dan profesional. Dengan mengamalkan konsep ini, kita bukan sahaja dapat memperkenalkan kekayaan sastera Sabah kepada dunia, tetapi juga memupuk semangat kesusasteraan dalam kalangan masyarakat tempatan. Ia adalah satu perjalanan yang memerlukan komitmen dan kerjasama semua pihak, namun hasilnya akan menjadi legasi yang bernilai untuk generasi akan datang. Kota Kinabalu berpotensi besar untuk menjadi kota sastera dunia, dan dengan pendekatan yang betul, visi ini pasti dapat direalisasikan.

Puisi: POKOK DALAM CERITERA

Ceritera 1

Ada dua buah pokok, satu kecil satu gemuk. Tumbuh di jalanan rumahku. Setiap hari kusirami. Setiap hari kurawati. Ada dahan yang kering, ada daun-daun kering. Pokok yang kecil mula berkata, aku mahu agar tubuhku tinggi menghias taman rumah. Sedang yang gemuk juga berkata mari tumbuhkan pokok-pokok agar kuatkan taman. Aku memerhati dan berfikir. Mau dibuat apa pokok-pokok ini?

 

Ceritera 2

Angin bertiup kencang sejak beberapa hari yang lalu seperti akan menumbangkan pokok di laman rumah. Fikiranku bukan kerana ia patut tumbang tetapi simpati pada pokok dedalu yang menumpang
di situ. Ke mana ia akan teruskan kehidupan menumpangnya. Ia tidak boleh melompat!

 

Ceritera 3

Memilih agar berlaku adil sering sahaja manis di bibir. Menulis segala kemungkinan agar kebaikan ditafsir dalam pelbagai tamsil. Dibesarkan oleh akar, pokok tidak tegak sendirian. Tanpa tunjang dan akar menjalar, kau tak segak menjadi megahan. Dari akar mempertahankan agar tak goyang atau tumbang. Kau merimbun segar, mendapat sanjungan pokok paling bergaya di perkebunan. Demikian tabii alam sering lupa, di luar dan di dalam tak teranyam faham. Akar di bawah tak kelihatan, kau gerunkan taufan, segala unggas yang datang menyerang. Kau mesra membiar dahan-dahan didiami galak lumut. Cuaca silih bertukar tak pernah merobah pokok-pokok yang dibesarkan, belajar pada pedoman.

Kota Kinabalu,
2024.