Selasa, September 12, 2006

Keris di Hujung Cinta

(Sebuah Puisi)
Orang-orang yang menyimpan api dalam benaknya, marak juga kemarahan itu akhirnya membakar gedung-gedung makmur bangsa yang begitu dicintai. Orang-orang yang menyimpan api dalam benaknya dari waktu ke waktu rasakan berjuta perasaan dalam dada bergalau tidak keruan. Orang-orang yang memata pameran kemewahan yang tiada mampu memilikinya meski peluh telah diperas begitu deras meski tulang belulang telah dibanting begitu keras tetap saja yang terlihat ketidakadilan disodorkan di mana-mana. Mengapa ditanyakan - apa sebab kerusuhan itu berlaku? Darah membanjir, air mata mengalir sedangkan jeritan itu tiap detik diperdengarkan meminta pertimbangan batinmu, dan seperti biasa tidak juga telingamu mendengarnya! Jemariku melukis dengan getar sepi sebuah kota yang gemuruh yang mencampakkan orang-orang kesepian itu ke dalam kemurungan mengadili kebangkitan merubah zaman semboyan menggelombang diam mimpi-mimpi namun tak ada manusia yang tak sedar mengadu nasibnya dengan peta penuh muslihat membiarkan ketukan kantor doktor menggemai rumah dan pada kerusuhan yang mungkinkah meledak di segala penjuru kita tatap wajah siapa? Selain orang-orang yang lelah benaknya penuh api, api, api yang akan membakar apa saja. Di tanganku yang gemetar dan berkematu, kota yang meledak menggigilkan harapan beralih ke pentas wawasan bangsaku sambil menghunuskan keris benar-benar di hujung cintanya.

11 September 2006

Tiada ulasan: