MENELUSURI proses kreatif penulisan puisi sama asyiknya dengan menulis puisi itu sendiri. Setiap penyair sudah pasti memiliki cara pandang yang berbeza tetapi secara esensial akan mengarah pada titik yang sama, yakni puisi sebagai medan ekspresi dari bayang-bayang pengalaman. Perlu diingat bahwa puisi itu mudah dipelajari tetapi isi dan mutu puisi sangat bergantung kepada intensiti penghayatan si penyair terhadap berbagai pengalaman hidup yang menarik perhatiannya. Termasuk juga dalam hal ini adalah penguasaan akan kata dan bahasa.
Meskipun penulisan puisi boleh dipelajari tetapi kenyataannya tidak mudah. Salah satu alasannya adalah bahawa seorang penyair itu harus peka terhadap keadaan jiwanya, perasaannya, dan juga terhadap seluruh pengalaman hidupnya yang bersifat fizik ataupun metafizik. Secara fizik bererti sang penyair mengalami atau melihat sendiri kejadiannya. Sedangkan secara metafizik adalah pengalaman nonragawi yang hanya berhubungan dengan perasaan (tidak dengan tubuhnya).
Kepekaan itu penting bagi seorang penyair. Sebab itulah mengasah kepekaan perlu dilakukan untuk memperlancar daya kreatif seorang penyair dalam menulis puisi-puisinya. Inilah yang nantinya akan menjadi bank naskah pengalaman seorang penyair. Dari sini pula dapat disimpulkan bahawa menulis puisi itu tidak akan lahir dari ‘ruang batin yang kosong’. Lalu bagaimana dengan imaginasi?
Imaginasi memberi gambaran yang menyenangkan ke dalam fikiran dengan menjadikan segala sesuatu lebih sempurna daripada apa yang diketahui sebelum ini. Imaginasi menghalang kita untuk berpuas hati dengan keadaan sekarang mahupun keberhasilan masa lalu, dan terus mendorong kita untuk mengejar kesenangan yang belum pernah dicuba untuk atau keutamaan yang ideal.
Kunci menuju imaginasi kreatif ialah asosiasi. Asosiasi terbentuk oleh tiga hukum iaitu: Kedekatan - kasut bayi mengingatkan kepada si bayi; Kemiripan - bila melihat gambar singa teringat gambar kucing; Kontras - seorang kerdil akan mengingatkan kepada raksasa.
Tindakan kita dalam hidup merupakan hasil asosiasi dengan keyakinan, idea dan kepercayaan yang sudah ada. Asosiasi juga bekerja melalui suara. Contohnya, saya sering mendapati bahawa waktu yang paling kreatif adalah ketika saya mendengar orang berbicara.
Menurut ‘Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia’ karangan J.S. Badudu, pula imaginasi adalah khayalan, dan daya fikir untuk menciptakan sesuatu dalam fikiran berdasarkan kenyataan atau pengalaman hidup.
Dalam menulis puisi, imaginasi itu lebih berdasar kepada pengertian kedua kerana pengertian pertama sudah terangkum di sana. Agar imaginasi kita kena atau tepat pada sasaran maka kita pun harus mampu menguasai kata-kata dan bahasa dengan baik. Kata-kata dan bahasa adalah alat untuk mengomunikasikan bayang-bayang pengalaman yang hendak diekspresikan di atas kertas.
Kalau diksi sudah dikuasai tentu pada saatnya kita akan berhadapan dengan rima dan ritma. Fungsi keduanya ini sebagai penegasan dari apa yang ingin disampaikan oleh sang penyair. Permainan unsur bunyi dalam struktur puisi akan membangun makna puisi yang bersangkutan. Jelas sudah bahawa puisi tidak hanya dibangunkan oleh sembarang rangkaian kosa kata dan gramatikal yang melahirkan pesan, tetapi juga dibangun oleh unsur-unsur estetik bunyi daripada rangkaian vokal dan konsonan yang berlagu dan berirama.
berjalan
di belakang jenazah angin pun reda
jam
mengerdip
tak
terduga betapa lekas
siang
menepi, melapangkan jalan dunia
di samping,
pohon demi pohon menundukkan kepala
di atas:
matahari kita, matahari itu juga
jam
mengambang di antaranya
tak
terduga begitu kosong waktu menghisapnya
Puisi di atas adalah milik
Sapardi Djoko Damono yang diberi judul ‘Berjalan di Belakang Jenazah’ (lihat
buku ‘Dukamu Abadi’, Bentang, 2002: 6). Sumber Sapardi dalam menulis puisinya
itu jelas bermuara pada pengalamannya ketika menghantar jenazah seseorang untuk
dikuburkan. Beliau berusaha menghadirkan kembali apa yang dialaminya itu dengan
pilihan kata-kata yang begitu personal sifatnya.
Beliau telah mampu menemukan wilayah pengucapannya yang khas, yang jelas berbeza dengan para penyair lainnya meski dengan pengalaman menghantar jenazah yang kurang lebih sama. Namun, beliau telah berhasil merekonstruksi kembali pengalamannya itu dalam bentuk karya puisi yang terasa segar. Kesegaran semacam ini hanya akan lahir kerana penguasaan kata-kata dan bahasa dengan baik.
Mengukuh kepunyaan dalam konteks mendalami bagaimana pencarian kata dan bahasa dalam penciptaan karya kreatif khususnya puisi perlu melalui fasa-fasa tertentu. Masa lalu sering menjadi harga yang berwibawa dan membaca segala peristiwa dengan tekun.
Mohammad Diponegoro pernah mengatakan, “satu-satunya nasihat bagi pengarang muda ialah sesuatu yang mungkin sangat baru bagi sebahagian mereka, iaitu membaca. Jika anda senang menulis, kenapa anda meremehkan apa yang sudah ditulis?” Ya, kenapa tidak? Tidak sedikit penulis terkenal yang berawal dari kesenangannya dalam hal membaca.
Bacalah buku apa saja untuk menangkap gaya setiap penulis. Membaca juga membuat kita tahu apa yang membuat sebuah tulisan itu bagus serta memperluas kosa kata. Tapi begitu tiba waktunya menulis, kita harus mulai dengan gaya kita sendiri. Mulailah menulis apa saja yang anda tahu. Tulislah apa yang anda alami dan apa yang anda rasakan. Itulah yang kulakukan. (J.K. Rowling)
Membaca bukanlah semata yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Bacalah alam. Bacalah peristiwa. Bacalah orang-orang yang ada di sekitar kita. Bacalah segala hal yang membuat kemanusiaan kita menjadi penting bagi orang lain, yang apabila kita tidak ada membuat orang lain merasa kehilangan. Membaca … akan membuat kita lebih bernilai. Lebih-lebih lagi jika kita membaca sendiri tulisan yang sudah kita buat, hingga mengetahui berbagai kesalahan sebelum orang lain mengetahuinya. “Perbaiki tulisan anda dengan mencari kata, membaca, dan menulis,” kata Gary Provost.
Imam Syafi’i juga mengatakan, “Goresan penaku di tengah lembaran kertas, terasa lebih indah ketimbang khayalan. Aku terjaga setiap malam untuk belajar, pada saat orang-orang lelap tertidur.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan