Jumaat, Februari 02, 2024

APRESIASI SASTRA






NONGKRONG.CO – Ikatan Penulis Sabah (IPS) ingin dapat menjadi jembatan kesusastraan antarpenulis se-ASEAN. Hal ini disampaikan oleh Ketua Satu Ikatan Penulis Sabah (IPS), Awang Abdul Muizz bin Awang Marusin, pada Rabu (31/1) malam lalu.

Pernyataan ini terungkap setelah Ikatan Penulis Sabah (IPS) menggelar kegiatan temu penulis Malaysia-Indonesia. Kegiatan tersebut bertajuk “Malam Hari Tiga” dengan dihadiri oleh sejumlah pekarya dari Malaysia dan Indonesia.

“Malam ini, kita telah membuktikan bahwa pertemuan ini tidak hanya kegiatan diskusi biasa. Dengan kehadiran tamu penulis dari Indonesia, kita berharap IPS lebih dari sekadar komunitas, tetapi dapat menjadi jembatan pertemuan penulis se-ASEAN,” ujar Awang.

Menurut Awang, program Malam Hari Tiga telah berjalan secara berkesinambungan. Dalam kegiatannya, program ini selalu menghadirkan para sastrawan Malaysia yang komitmen untuk dibedah karyanya.

“Kegiatan tersebut mengambil lokasi Rumah Puisi Hasyuda Abadi, Kinabalu, Sabah, Malaysia. Lokasi tersebut menjadi bukti bahwa sastrawan takzim Malaysia concern terhadap program Malam Hari Tiga. Bahkan, sebagai tuan rumah,” tuturnya.

Hasyuda Abadi sendiri di Malaysia dikenal sebagai penyair yang telah menerima banyak penghargaan, seperti Anugerah Sastera Negeri Sabah ke-3, Anugerah Tokoh Penyair Islam sabah ke-11, dan Tokoh Seni Sastera Islam Sabah, ASIS.

Dalam program tersebut pula, terdapat beberapa penulis, penyair, dan pekarya aktif lain dari Malaysia, seperti Abd. Naddin Hj Shaiddin, Hasyuda Abadi, Jasni Yakub, Hj. Sahara Jais, Rosnah Radin, Roslan Sohasto, Fauziah Hj. Moksin, Jaliha Jaman, Fitriah, Masarah, dan Fauziyah Nurdin. Selain nama-nama tersebut, tampak pula seniman dan sastrawan Malaysia, seperti Dr. Mohd Puad Bebit dan Haji Gazali Suhaili.

“Untuk tamu dari Indonesia, kami mengundang Panji Pratama, Nasrullah Fauzi, dan Mudrika. Mereka memaparkan proses kreatif dalam menulis sastra, terutama puisi dan prosa,” ujar Abd. Naddin Hj Shaiddin, peserta acara yang juga dikenal sebagai Bung Nadin -wartawan senior di Sabah, Malaysia, kepada nongkrong.co.

Menurut Bung Naddin, kesediaan penulis Indonesia dalam Malam Hari Tiga dapat membawa khazanah tersendiri dalam dunia literasi dan sastra dua negara. Buku yang dibedah oleh penulis Indonesia tersebut menjadi sudut pandang unik dari perbedaan sastra negara serumpun.

“Seperti puisi yang dibacakan oleh Panji Pratama berjudul “Sabah Tempias Salju” tadi, menjadi bukti bahwa penulis Indonesia memandang Sabah sebagai rumah keduanya,” tambah Bung Naddin, yang juga dikenal sebagai pelopor Ikatan Penulis Sabah (IPS).

Kesuksesan Malam Hari Tiga tentu saja menjadi perhatian sastrawan senior, seperti Dr. Mohd. Puad Bebit. Pria yang dikenal aktif sebagai seniman dan dekan Fakultas Seni Kreatif Universitas Malaysia Sabah tersebut, ikut pula meramaikan acara dengan membacakan sebuah Sajak Jenaka atau di Malaysia dikenal sebagai Sajen yang berjudul “Bujang Senang tidak Semestinya Buaya”.

Selain itu, tampak pula sastrawan lain yang ikut menghangatkan acara dengan diskusi-diskusi hangat soal perkembangan sastra dua negara di era Artificial Intelegencies (AI).

Dalam diskusi tersebut, para peserta sepakat bahwa AI tidak akan dapat mengalahkan kreativitas dan ruh dari sastra ciptaan manusia.

“AI itu dapat menjadi kengerian, tetapi juga hikmah. Bagi penulis sastra, tentu saja kita lebih diunggulkan karena puisi dengan diberi ruh akan lebih menggetarkan daripada diciptakan oleh robot belaka. Maka keberadaan Ikatan Penulis Sabah (IPS) adalah bukti bahwa manusia lebih bernyawa daripada sekadar teknologi,” pungkas Haji Gazali Suhaili, peneliti Bahasa dari Malaysia. (*)

Oleh: Panji Pratama

Tiada ulasan: